Artikel

Belajar Menjadi Pendamping

Hampir di seluruh pelosok dunia orang bersuka ria, menyalakan kembang api, atau berpesta pada malam menyambut datangnya tahun baru. Sedemikian itu pula suasana pada setiap hari ulang tahun Ibu Ika. Orang-orang seakan ikut memperingati hari kelahirannya yang bertepatan dengan malam menjelang pagi di tahun yang baru. Namun berbeda halnya suasana pada tahun baru 2009. Ibu Ika pulang kerumah menjelang pukul 00.00 dengan dituntun, hanya mengenakan sandal cepit, pakaian lusuh yang compang-camping, dan merintih kesakitan pada bagian perutnya. Ia diantar oleh tiga orang, setelah ditemukan di kebun pinggiran jalan desa disekitar komplek perumahan sederhana. Pada saat ditemukan, ia hanya termenung berdiam diri, berdiri dan sesekali jongkok atau duduk di tanah. Ia memang telah dicari dengan dibantu beberapa tetangga dan penjaga keamanan lingkungan setelah  pergi meninggalkan rumah beberapa hari bahkan bulan, yang hanya sewaktu-waktu pulang dan beberapa saat. Dengan bujuk rayu akhirnya ia mau diajak konsultasi ke psikiatri dengan menahan sakitnya hingga pagi hari. Walau tanpa bekal untuk berobat, kecuali ongkos transport, rumah sakitpun segera memberi pelayanan bantuan, dan Bu ika dilayani di instalasi gawat darurat jiwa untuk selanjutnya menjalani rawat inap. Tes laboratorium dan radiologi dilakukan, dan hanya dengan beberapa wawancara sederhana untuk memastikan diagnosis. Dalam waktu sekitar dua minggu bu ika diijinkan melakukan rawat jalan. Hasilnya ditunjukkan oleh dokter ahli yang menanganinya. Sakitnya di lambung hanya karena kurang makan/minum dan tidak teratur beberapa hari belakangan, yang akan segera sembuh dengan pengobatan. Tetapi dokter juga menjelaskan bahwa bu ika didiagmosis terkena gangguan jiwa mania.
Cerita ini merupakan bagian dari kisah nyata dalam buku Mania:Belajar melakukan pendampingan. Ini merupakan catatan berharga bagi penulisnya, yang dijadikan sebagai pengingat pesan dan bagian dari upaya pendampingan, yang kemudian direlakan untuk dibagi agar orang lain dapat memetik hikmah dengan tanpa harus mengalami kejadiannya. Dalam buku tersebut dikisahkan betapa sulitnya bagi awam mengenal mania, terutama bagi orang yang harus mendampingi istri-seseorang yang ia cintainya. Bertahun-tahun sebelumnya ia merasakan adanya gangguan dalam kehidupan, seakan ada sesuatu yang hilang, tetapi tidak mengerti apa yang hilang itu. Bolak-balik ia berkonsultasi kepada ahli, psikiatri, psikolog, atau ahli kesehatan mental lain, sementara itu kondisi kehidupanya terus berjalan menuju kehancuran. Kehidupan ekonomi rumah tangganya morat marit, prestasi kerjanya berantakan dan terus merosot, masalah dan kegagalan selalu beriring silih berganti, kekacauan dalam rumah tangga terjadi tiada henti yang harus ia perjuangkan agar tidak terjadi perceraian. Ia juga terus berjuang walau sering dengan perasaan bersalah, ketakutan, kemarahan dan ketidakberdayaan, dan ketegangan-ketegangan itu sering pula menyebabkan masalah hubungan yang serius. Sebagai pendamping ia masih dihadapkan dengan masalah berintrospeksi diri, melakukan kendali dan evaluasi atas kebenaran atau kesalahan dari suatu tindakan dalam kekacauan pikiran, dan cara-cara mengintervensi kearah kemandirian penderita. Disamping itu ia juga harus menjaga keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan diri sendiri dan keluarganya agar dapat mempertahankan kehidupannya. Kesulitan lain juga dikisahkan karena penderitanya yang tidak mau diajak berkonsultasi atau memeriksakan diri ke yang ahli, merasa dirinya baik-baik, disertai dengan suasana riang dan gembira seakan tidak ada masalah apapun. 
Bagi pendamping, mendapatkan diagnosis merupakan langkah awal menuju perubahan yang lebih baik, walaupun belum tentu menyelesaikan masalahnya. Ia masih terus berusaha mencari tahu tentang mania dan mengenali hal-hal yang perlu dilakukan agar dapat memberikan dukungan yang diperlukan. Berbagai akses yang biasanya tidak mudah ditempuh dengan melakukan konsultasi yang lebih intensif kepada ahli, memberikan pengobatan setiap hari tanpa henti, menghimpun informasi dari berbagai sumber dan publikasi, termasuk berusaha mendapatkan bantuan serta meyakinkan pihak-pihak yang terlibat dengan masalah-masalah yang ditimbulkan dari akibat perilaku penderita. Langkah pertama pendampinganya dilakukan dengan memberitahukan kepada keluarga dan lingkungan terdekat, yang pada umumnya tidak mudah dipahami, melibatkan kepedulian dan mendapatkan dukungan. Pendamping juga merasa bersyukur karena adanya orang-orang dan dokter ahli yang peduli, membantu dengan sepenuh hati, termasuk hingga mendapatkan akses untuk diikutkanya dalam suatu program penelitian. Dalam buku itu juga disajikan telaah pustaka dan hasil konsultasi dari para ahli. Mania lalu dikenal sebagai bagian episode dari kontinum perubahan suasana hati (mood) yang pasang surut dengan depresi, yang berbeda dengan depresi biasa, tetapi bersifat parah. Perubahan mood itu bagaikan menaiki roller coaster emosional dengan ketinggian yang membuat pusing dan turunan yang bukan kepalang. Perubahan mood yang ekstrim ini disebut sebagai Gangguan Mania-Depresi (Manic-Depresive Illness) atau perubahan dari satu kutub ke kutub yang lain yang disebut Bipolar Disorder. Gejala gangguan bipolar dapat mengakibatkan hancurnya kehidupan, hubungan sosial, pekerjaan atau sekolah, kinerja yang rendah, dan bahkan sering berakhir dengan bunuh diri. Bagi awam sulit memahami Mania dan para ahli ada kalanya misdiagnosis. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan diduga sebagai gangguan otak, yang bersifat genetik yang dapat muncul oleh adanya berbagai faktor pemicu, dan bersifat kambuhan. Mania belum ada obatnya, kecuali penstabil dan pencegahan ketingkat yang ekstrim. Dan gangguan mood yang luar biasa parah dan berlangsung lama ini mengganggu kemampuan penderita untuk berfungsi dalam memenuhi tanggung jawab secara normal.
Dari buku juga dapat belajar kisah sukses dari orang lain menangani mania. Mania bukan gila dan tidak perlu ditakuti atau dijauhkan dari kehidupan sosial, tetapi memang merupakan kompleksitas gangguan yang melibatkan berbagai aspek biologis, medis, psikologis, budaya, keyakinan Agama dan sebagainya. Banyak pengamat yang mencatat adanya hubungan gangguan mood dengan kreatifitas, yang apabila dikelola, penderitanya dapat berfungsi dan produktif. Bisa jadi karena perubahan sosial budaya yang begitu dinamis dan kehidupan traumatis yang penuh tekanan dapat berkontribusi pada depresi. Simtom depresi yang secara biologis telah ada dalam dirinya dapat bersifat menekan atau menyebabkan munculnya sumber-sumber stres, kemudian memainkan peranan penting sebagai pemicu kambuh atau berkembangnya gangguan mood. Sementara itu depresi mewakili kemarahan yang diarahkan kedalam diri sendiri. Juga orang menjadi depresi ketika tidak dapat mengisi keberadaannya dengan keyakinan dan makna-makna kehidupan yang lebih berarti dan tidak dapat membuat pilihan yang menghasilkan self fullfillment, sehingga menganggap seakan dunia sebagai tempat yang menjemukan. Padahal pencarian makna akan memberikan arti bagi kehidupannya. Dan perasaan bersalah dapat timbul ketika orang percaya bahwa tidak ada yang membangkitkan potensinya. Tentu ada faktor-faktor situasional, sehingga depresi dihasilkan dari ketidakseimbangan antara output perilaku dan input reinforcement yang berasal dari lingkungan. 
Selama ini Mania dikenal sebagai gangguan mood yang termasuk paling kuno dalam sejarah peradaban kesehatan jiwa manusia. Lebih dari 1 % atau sekitar 2 juta penduduk Amerika Mania dan diperkirakan 7% setiap tahun orang menderita gangguan mood. Ada yang menyebutkan ‘Negara Amerika dibesarkan oleh orang-orang Mania’. Banyak orang terkenal yang menderita Mania, seperti Michel Angelo, Vincent van Gogh, William Schumann, Kiplling, Peter Tchaikovsky, Virginia Woolf, Cromwell, Edison, Hammingway, Alfred Lord Tennyson, Emily Dickinson, Walt Whitman, dan Silvia Plat. Ada pula yang menyebut filsuf dan ilmuwan Sir Issac Newton, kreator van Bethoven, dan saat ini sedang ramai didiskusikan Kay Redfield Jamison seorang professor bidang psikiatri di Universitas bergengsi Johns Hopkins University, School of Medicine di Amerika Serikat. Di berbagai negara hampir setiap rumah sakit besar memberikan pelayanan bantuan bagi orang mania. Banyak komunitas dan lembaga pendukung mania didirikan, bantuan advokasi dan asuransi melayani khusus bagi mania. Terdapat ribuan buku kisah nyata orang-orang Mania dan setiap hari terus bertambah yang telah diterbitkan atau ditulis bebas di internet, termasuk tiga karya besar Kay Redfield Jamison.
Spesifikasi kasus mania memang berbeda pada setiap orang, namun demikian cerita dalam buku soegijono menggambarkan pada hal-hal yang identik dengan ketidak selarasan antara pikiran, perasaan dan perilaku. Memang buku itu juga tidak menggambarkan akhir kisah yang sukses, penderitanya menjadi sembuh, atau karena tolok ukur kesembuhan yang terlalu relatif. Namun demikian setidaknya pendamping terus belajar dan berusaha, tentu Tuhan Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dalam bahasa Indonesia telah ada buku kisah nyata Menangani gangguan Manik-Depresif pada anak. Walaupun terjemahan dan bukan dalam kondisi sosial budaya atau ditulis oleh bukan orang Indonesia, tetapi buku ini termasuk dijadikan referensi. Banyak pula tulisan para ahli, tetapi bersifat akademis dan tingkat tinggi. Sementara menjadi pendamping Mania melibatkan detail-detail kehidupan, yang bagi awam sering tidak mudah mengaplikasikan makna-makna pengetahuan. Buku Soegijono diharapkan menjadi pengaya pengalaman hidup yang tidak diajarkan dibangku sekolah formal. Walaupun hampir seluruh referensinya berupa panduan dan tip-tip menangani gangguan ini tetapi tidak konsultatif dan pengalaman praktisnya didasari upaya yang rasional. Ditulis sederhana bagi awam, dengan harapan menjadi sumber evaluasi diri dan informasi kesehatan jiwa yang berguna khususnya bagi orang tua, remaja dan pranikah, yang pada gilirannya meningkatkan kepedulian dan memberikan dukungan kepada orang-orang terdekat yang dicintainya yang diduga atau telah mania. Penulis juga menaruh harapan manfaat bagi para penyelenggara kredit keuangan dan asuransi, lembaga advokasi dan lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan, penyelenggara ujian seleksi, perekrutan dan penempatan karyawan dari suatu lembaga. Pelajar dapat memanfaatkan sebagai bahan pembelajaran dan studi kasus, dan pengajar dapat menjadikan bahan koreksi dan evaluasi dalam proses pembelajaran anak didiknya bidang-bidang psikologi, psikiatri dan kesehatan mental.